Kesadaran memberikan pendidikan bagi anak-anak usia dini kini semakin berkembang. Berbagai sekolah berlomba-lomba menerapkan berbagai metode pendidikan untuk anak usia dini. Namun, orangtua sebaiknya lebih bijaksana memilih metode pendidikan yang tepat.
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, anak-anak berusia balita (bawah lima tahun) yang mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) seharusnya tidak diberikan pendidikan baca tulis dan hitung (calistung).
"Kurikulum yang ada dibuat PAUD itu seharusnya didesain lebih pada sosialisasi pendidikan kepada anak, seperti berkenalan kepada temannya, bagaimana berinteraksi dan sosialisasi; bukan calistung. Berhitung itu seharusnya dimulai dari kelas I SD," ungkapnya dalam acara media edukasi bertajuk "Mengenali Gejala Stres pada Anak" yang diadakan oleh lembaga konseling Personal Growth, Selasa (20/3/2012) di Jakarta.
Dengan diajarkannya calistung pada PAUD ini, ia menilai anak-anak menjadi stres. Demikian pula dengan orangtua dan gurunya yang ikut stres, dan akan berdampak ketika menghadapi ujian nasional.
"Anak kita yang PAUD tidak bisa baca tulis, orangtuanya stres karena tidak bisa memasukkannya ke SD. Begitu seterusnya karena tidak sesuai grade. Ini dikarenakan sistem kurikulumnya memaksa anak harus bisa baca tulis," paparnya.
Kurikulum seperti itu, katanya, seperti sistem target yang harus diselesaikan. Seharusnya sistem pendidikan menggunakan sistem yang dapat membuat anak didik nyaman dan senang saat belajar.
"Kalau sekarang, misalnya, ketika guru tidak bisa hadir di kelas, anak-anak senang. Tidak merasa seperti ada yang kurang. Di sinilah salahnya," lanjutnya.
Menurut psikolog Ratih Ibrahim, seharusnya di setiap keluarga terbangun sebuah kesadaran bahwa pendidikan bukan hanya dari sekolah. Alternatif pendidikan itu bisa disediakan oleh orangtua.
"Sebetulnya, paling penting, itu disediakan oleh orangtua karena mereka kenal dengan baik psikologis perkembangan anaknya," ujar Ratih yang juga Direktur Personal Growth, dalam acara yang sama.
Dengan demikian, kata Ratih, kalau orangtua percaya diri akan anaknya dan gaya mendidik mereka, maka anak akan menemukan potensi mereka. "Ini yang tidak bisa diukur dengan nilai," katanya.
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, anak-anak berusia balita (bawah lima tahun) yang mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) seharusnya tidak diberikan pendidikan baca tulis dan hitung (calistung).
"Kurikulum yang ada dibuat PAUD itu seharusnya didesain lebih pada sosialisasi pendidikan kepada anak, seperti berkenalan kepada temannya, bagaimana berinteraksi dan sosialisasi; bukan calistung. Berhitung itu seharusnya dimulai dari kelas I SD," ungkapnya dalam acara media edukasi bertajuk "Mengenali Gejala Stres pada Anak" yang diadakan oleh lembaga konseling Personal Growth, Selasa (20/3/2012) di Jakarta.
Dengan diajarkannya calistung pada PAUD ini, ia menilai anak-anak menjadi stres. Demikian pula dengan orangtua dan gurunya yang ikut stres, dan akan berdampak ketika menghadapi ujian nasional.
"Anak kita yang PAUD tidak bisa baca tulis, orangtuanya stres karena tidak bisa memasukkannya ke SD. Begitu seterusnya karena tidak sesuai grade. Ini dikarenakan sistem kurikulumnya memaksa anak harus bisa baca tulis," paparnya.
Kurikulum seperti itu, katanya, seperti sistem target yang harus diselesaikan. Seharusnya sistem pendidikan menggunakan sistem yang dapat membuat anak didik nyaman dan senang saat belajar.
"Kalau sekarang, misalnya, ketika guru tidak bisa hadir di kelas, anak-anak senang. Tidak merasa seperti ada yang kurang. Di sinilah salahnya," lanjutnya.
Menurut psikolog Ratih Ibrahim, seharusnya di setiap keluarga terbangun sebuah kesadaran bahwa pendidikan bukan hanya dari sekolah. Alternatif pendidikan itu bisa disediakan oleh orangtua.
"Sebetulnya, paling penting, itu disediakan oleh orangtua karena mereka kenal dengan baik psikologis perkembangan anaknya," ujar Ratih yang juga Direktur Personal Growth, dalam acara yang sama.
Dengan demikian, kata Ratih, kalau orangtua percaya diri akan anaknya dan gaya mendidik mereka, maka anak akan menemukan potensi mereka. "Ini yang tidak bisa diukur dengan nilai," katanya.
tes
BalasHapus